sejarah mempawah

 

Assalamualaikum wr. wb.

Perkenalkan nama saya Amirudin dari Kalimantan barat tepatnya di kabupaten mempawah. Untuk blog yang ketiga kali ini saya akan mengupas sedikit sejarah kota kelahiran saya yaitu di Kabupaten Mempawah.

Nama Mempawah diambil dari istilah “Mempauh”, yaitu nama pohon yang tumbuh dihulu sungai yang kemudian juga dikenal dengan nama Sungai Mempawah. Pada perkembangannya, mempawah menjadi lekat sebagai nama salah satu kerajaan/kesultanan yang berkembang di Kalimantan barat. Riwayat pemerintahan adat mempawah sendiri terbagi atas dua periode, yakni pemerintahan kerajaan suku Dayak yang berdasarkan ajaran hindu dan masa pengaruh islam (kesultanan).

Pemerintahan Kerajaan Suku Dayak-Hindu

Kerajaan Mempawah di Kalimantan Barat terkait erat dengan riwayat beberapa kerajaan pendahulunya, di antaranya adalah Kerajaan Bangkule Sultankng dan Kerajaan Sidiniang. Kerajaan Bangkule Sultankng merupakan kerajaan orang-orang Suku Dayak yang didirikan oleh Ne`Rumaga di sebuah tempat yang bernama Bahana.

kerajaan Suku Dayak yang dipimpin Patih Gumantar adalah sebuah pemerintahan yang berdiri sendiri dan sudah eksis sejak sekitar tahun 1380 Masehi. Dikarenakan pusat kerajaan ini berada di Pegunungan Sidiniang, di daerah SangkingMempawah Hulu, maka kerajaan ini lebih dikenal dengan nama Kerajaan Sidiniang.

Dikisahkan, Patih Gumantar pemah menjalin hubungan dengan Gajah Mada dari Kerajaan Majapahit dalam rangka mempersatukan negeri-negeri di nusantara di bawah naungan Majapahit. Bahkan, Patih Gumantar dan Gajah Mada konon pemah bersama-sama ke Muang Thai (Thailand) untuk membendung serangan Khubilai Khan dari Kekaisaran Mongol. Bukti hubungan antara Kerajaan Sidiniang dengan Kerajaan Majapahit adalah adanya keris yang dihadiahkan kepada Patih Gumantar. Keris ini masih disimpan di Hulu Mempawah dan oleh warga setempat keris pusaka ini disebut sebagai "Keris Susuhunan".

Eksistensi Kerajaan Sidiniang tidak lepas dari ancaman Salah satunya adalah serangan dari Kerajaan Suku Biaju. Dalam pertempuran yang terjadi pada sekitar tahun 1400 M itu, terjadilah perang penggal kepala atau perang kayau-mengayau yang mengakibatkan gugurnya Patih Gumantar. Dengan gugurnya Patih Gumantar, riwayat Kerajaan Sidiniang pun berakhir. Namun, ada pendapat yang mengatakan bahwa kedudukan Patih Gumantar diteruskan oleh puteranya yang bernama Patih Nyabakng. Namun, masa pemerintahan Patih Nyabakng tidak bertahan lama karena Kerajaan Sidiniang terlibat perselisihan dengan Kerajaan Lara yang berpusat di Sungai Raya Negeri Sambas. Selepas kepemimpinan Patih Nyabakng, riwayat Kerajaan Sidiniang belum terlacak lagi.

Dua ratus tahun kemudian, atau sekitar tahun 1610 M, berdirilah pemerintahan baru yang dibangun di bekas puing-puing Kerajaan Sidiniang. Belum diketahui hubungan antara pendiri kerajaan baru ini dengan Patih Gumantar. Dan sejumlah referensi yang ditemukan, hanya disebutkan bahwa pemimpin kerajaan baru ini bernama Raja Kodong atau Raja KudungRaja Kudung kemudian memindahkan pusat pemerintahannya dari Sidiniang ke Pekana.

Pada sekitar tahun 1680 M, Raja Kudung mangkat dan dimakamkan di Pekana. Penerus tahta Raja Kudung adalah Panembahan Senggaok, juga dikenal dengan nama Senggauk atau Sengkuwuk, yang memerintah sejak tahun 1680 M. Penyebutan nama Panembahan “Senggaok” digunakan seiring dengan dipindahkannya pusat pemerintahan dari Pekana ke Senggaok, yakni sebuah daerah di hulu Sungai MempawahPanembahan Senggaok menyunting puteri Raja Qahar dari Kerajaan Baturizal Indragiri di Sumatra, bernama Puteri Cermin, dan dikaruniai seorang anak perempuan bernama Utin Indrawati. Puteri Utin Indrawati kemudian dinikahkan dengan [Sultan Muhammad Zainuddin] dari Kerajaan Tanjungpura. Dari perkawinan tersebut, mereka dikaruniai seorang anak bernama Puteri KesumbaPuteri Kesumba inilah yang kemudian menikah dengan Opu Daeng Menambun, pelopor pengaruh Islam di Mempawah.

 

Mempawah Pada Masa Pengaruh Islam

Opu daeng manambon berasal dari Kesultanan Luwu Bugis di Sulawesi Selatan. Ayah Opu Daeng Menambun, bernama Opu Tendriburang Dilaga, yang melakukan perjalanan dari Sulawesi ke negeri-negeri di tanah Melayu. Opu Tendriburang Dilaga adalah putera dari Opu La Maddusilat, Raja Bugis pertama yang memeluk IslamOpu Tendriburang Dilaga mempunyai lima orang putera yang diajak berkelana ke tanah Melayu. Kelima anak Opu Tendriburang Dilaga itu adalah Opu Daeng Menambun, Opu Daeng Perani, Opu Daeng Celak, Opu Daeng Marewah, dan Opu Daeng Kemasi. Kedatangan mereka ke tanah Melayu menjadi salah satu babak migrasi orang- orang Bugis yang terjadi pada abad ke-17 (Andi Ima Kesuma, 2004296). Opu Tendriburang Dilaga dan kelima anak lelakinya memainkan peranan penting di Semenanjung Melayu dan Kalimantan, terutama dalam hal penyebaran agama Islam.

Kedatangan Opu Daeng Menambun ke Kalimantan sebenamya atas permintaan Sultan Matan (Tanjungpura), yakni Sultan Muhammad Zainuddin (1665-1724 M), untuk merebut kembali tahta Kesultanan Matan yang diambil-paksa oleh Pangeran Agung, saudara Sultan Muhammad ZainuddinOpu Daeng Menambun bersaudara, yang saat itu sedang berada di Kesultanan Johor untuk membantu memadamkan pergolakan di sana, segera berangkat ke Tanjungpura. Atas bantuan Opu Daeng Menambun bersaudara, tahta Sultan Muhammad Zainuddin dapat diselamatkan. Opu Daeng Menambun kemudian dinikahkan dengan Ratu Kesumba, puteri Sultan Muhammad Zainuddin. Tidak lama kemudian, Opu Daeng Menambun bersaudara kembali ke Kesultanan Johor.

Sepeninggal Opu Daeng Menambun bersaudara, pergolakan internal terjadi lagi di Kesultanan Matan. Anak-anak Sultan Muhammad Zainuddin meributkan siapa yang berhak mewarisi tahta Kesultanan Matan jika kelak ayah mereka wafat.[4]Sultan Muhammad Zainuddin kembali meminta bantuan Opu Daeng Menambun yang sudah kembali ke Johor. Opu Daeng Menambun memenuhi permintaan Sultan Muhammad Zainuddin dan segera menuju Tanjungpura untuk yang kedua kalinya, sedangkan keempat saudaranya tidak ikut serta karena tenaga mereka sangat dibutuhkan untuk membantu Kesultanan Johor.

Berkat Opu Daeng Menambun, perselisihan di Kesultanan Matan dapat segera diselesaikan dengan cara damai. Atas jasa Opu Daeng Menambun itu, Sultan Muhammad Zainuddin berkenan menganugerahi Opu Daeng Menambun dengan gelar kehormatan Pangeran Mas Suna Negara. Opu Daeng Menambun sendiri memutuskan untuk menetap di Kesultanan Matan bersama istrinya, dan mereka dikaruniai beberapa orang anak, yang masing-masing bernama "Puteri Candramidi", "Gusti Jamiril", "Syarif Ahmad", "Syarif Abubakar", "Syarif Alwie", dan "Syarif Muhammad".

Pada tahun 1724 M, Sultan Muhammad Zainuddin wafat. Penerus kepemimpinan Kesultanan Matan adalah Gusti Kesuma Bandan yang bergelar Sultan Muhammad Muazzuddin. Sementara itu, di Mempawah, Panembahan Senggaok wafat pada tahun 1737 M. Karena Panembahan Senggaok tidak mempunyai putera, maka tahta Mempawah diberikan kepada Sultan Muhammad Muazzuddin yang tidak lain cucu Panembahan Senggaok dari Puteri Utin Indrawati yang menikah dengan Sultan Muhammad Zainuddin. Namun, setahun kemudian atau pada tahun 1738 M, Sultan Muhammad Muazzuddin pun mangkat dan digantikan puteranya yang bernama Gusti Bendung atau Pangeran Ratu Agung bergelar Sultan Muhammad Tajuddin sebagai Sultan Matan yang ke-3.

Pada tahun 1740 M, kekuasaan atas Mempawah, yang semula dirangkap bersama tahta Kesultanan Matan, diserahkan kepada Opu Daeng Menambun yang kemudian memakai gelar Pangeran Mas Surya Negara, gelar yang dahulu diberikan oleh almarhum Sultan Muhammad Zainuddin, Sultan Matan yang pertama. Sedangkan istri Opu Daeng Menambun, Ratu Kesumba, menyandang gelar sebagai Ratu Agung Sinuhun. Pada era Opu Daeng Menambun inilah Islam dijadikan sebagai agama resmi kerajaan. Selaras dengan itu, penyebutan kerajaan pun diganti dengan kesultanan. Opu Daeng Menambun memindahkan pusat pemerintahannya dari Senggaok ke Sebukit Rama yang merupakan daerah subur, makmur, strategis, dan ramai didatangi kaum pedagang.

Pengaruh Islam di Mempawah pada era pemerintahan Opu Daeng Menambun semakin kental berkat peran Sayid Habib Husein Alqadrie, seorang pengelana yang datang dari Hadramaut atau Yaman Selatan. Husein Alqadrie sendiri sebelumnya telah menjabat sebagai hakim utama di Kesultanan Matan pada masa Sultan Muhammad Muazzuddin. Husein Alqadne dinikahkan dengan puteri Sultan Muhammad Muazzuddin yang bernama Nyai Tua (Alqadrie, 2005. Di Kesultanan MatanHusein Alqadrie mengabdi sampai pada pemerintahan sultan ke-4, yakni Sultan Ahmad Kamaluddin, yang menggantikan Sultan Muhammad Tajuddin pada tahun 1749 M. Namun, pada tahun 1755 M, Husein Alqadrie berselisih paham dengan Sultan Ahmad Kamaluddin tentang penerapan hukuman mati.

Melihat kondisi ini, Opu Daeng Menambun kemudian menawari Husein Alqadrie untuk tinggal di Mempawah. Tawaran itu disambut baik oleh Husein Alqadrie yang segera pindah ke Istana Opu Daeng MenambunHusein Alqadrie kemudian diangkat sebagai patih sekaligus imam besar Mempawah. Selain itu, Husein Alqadrie diizinkan menempati daerah Kuala Mempawah (Galah Herang) untuk dijadikan sebagai pusat pengajaran agama Islam. Untuk semakin mempererat hubungan antara keluarga Husein Alqadrie dan Kesultanan Mempawah, maka diadakan pernikahan antara anak lelaki Husein Alqadrie yang bernama Syarif Abdurrahman Alqadrie dengan anak perempuan Opu Daeng Menambon yang bernama Puteri Candramidi. Kelak, pada tahun 1778 M, Syarif Abdurrahman Alqadrie mendirikan Kesultanan Kadriah di Pontianak.

Pada tahun 1761 M, Opu Daeng Menambon wafat dan dimakamkan di Sebukit Rama. Penerus tahta Kesultanan Mempawah selanjutnya adalah putera Opu Daeng Menambun, yaitu Gusti Jamiril yang bergelar Panembahan Adiwijaya Kusumajaya. Di bawah kepemimpinan Panembahan Adiwijaya, wilayah kekuasaan Mempawah semakin luas dan terkenal sebagai bandar perdagangan yang ramai.

 

 

Silsilahnya pemimpin mempawah

Masa Suku Dayak Hindu

1.      Patih Gumantar (± 1380)

2.      Raja Kudung (± 1610)

3.      Panembahan Senggaok (± 1680)

Masa Islam

1.      Opu Daeng Menambon bergelar Pangeran Mas Surya Negara (1740–1761)

2.      Gusti Jamiril bergelar Panembahan Adiwijaya Kesuma (1761–1787)

3.      Syarif Kasim bergelar Panembahan Mempawah (1787–1808)

4.      Syarif Hussein (1808–1820)

5.      Gusti Jati bergelar Sri Paduka Muhammad Zainal Abidin (1820–1831)

6.      Gusti Amin bergelar Panembahan Adinata Krama Umar Kamaruddin (1831–1839)

7.      Gusti Mukmin bergelar Panembahan Mukmin Nata Jaya Kusuma (1839–1858)

8.      Gusti Makhmud bergelar Panembahan Muda Makhmud Alauddin (1858)

9.      Gusti Usman bergelar Panembahan Usman (1858–1872)

10.  Gusti Ibrahim bergelar Panembahan Ibrahim Muhammad Syafiuddin (1872–1892)

11.  Gusti Intan bergelar Ratu Permaisuri (1892–1902)

12.  Gusti Muhammad Thaufiq Accamuddin (1902–1944)[11]

13.  Gusti Mustaan (1944–1955); diangkat oleh Jepang

14.  Gusti Jimmi Muhammad Ibrahim Bergelar Panembahan XII (1955-2002)

15.  Pangeran Ratu Mulawangsa Mardan Adijaya Kesuma Ibrahim bergelar Panembahan XIII (2002–sekarang)

Sepanjang riwayat sejarahnya, baik ketika masih berwujud kerajaan Suku Dayak maupun kesultanan bercorak Islam, pusat pemerintahan Kerajaan/Kesultanan Mempawah telah mengalami beberapa kali perpindahan tempat. Daerah-daerah yang pernah menjadi pusat pemerintahan Kerajaan/Kesultanan Mempawah tersebut berada di wilayah Mempawah Hulu atau Mempawah Hilir yang kini termasuk ke dalam wilayah Provinsi Kalimantan Barat. Beberapa tempat yang pemah menjadi wilayah kekuasaan Kesultanan Mempawah tersebut antara lain BahanaSidiniang (Sangking), Pekana (Karangan), SenggaokSebukit RamaKuala Mempawah (Galah Herang), Sunga, dan Pulau Pedalaman.

Komentar

  1. Mantap bos๐Ÿ‘๐Ÿ‘๐Ÿ‘

    BalasHapus
  2. Sedikit demi sedikit kita harus taw sejarah kota sendiri.....
    Maka penting belajar sejarah itu sendiri.....mantab kawan lanjut kan presentasi mu.....

    BalasHapus
  3. Mantapp, smnagt terus kedepannya ☺️

    BalasHapus
  4. Jadi inget waktu smp pelajaran ips

    BalasHapus
  5. bagus ุงู†ุง bagga dengan hal tersebut๐Ÿ‘๐Ÿ‘

    BalasHapus
  6. Mantap kawan lanjutkan prestasi mu kawan semoge ape yg di ingin kan tercapai

    BalasHapus
  7. Mantap nambah pengetahuan, thanks

    BalasHapus
  8. Mantap mas bro, mengulas ttg sejarah tempat tinggal sendiri. Semangat untuk blog berikutnya ๐Ÿ‘

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

RUMAH ADAT KALIMANTAN BARAT